Kamis, 28 Mei 2015 | 09:00 WIB
Pembuatan bakso goreng di Pasar Induk Gedebage Bandung.
Pembuatan bakso goreng di Pasar Induk Gedebage Bandung.
BANDUNG, KOMPAS.com – Meski matahari persis di atas kepala, aktivitas Pasar Induk Gedebage Bandung tetap sibuk. Dengan memicingkan mata, orang-orang berlalu lalang. Ada yang adu harga, memilah barang yang akan dibeli, ada pula yang mempromosikan produknya atau bertindak seolah konsultan yang siap memecahkan kebuntuan konsumen.
Aktivitas tak kalah sibuknya terlihat pula di industri rumahan (pabrik) pembuatan bakso goreng (basreng) yang berada di salah satu sudut belakang pasar. Sekitar tiga orang laki-laki dan perempuan tampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang membentuk bakso, merebus, mendinginkan serta membungkusnya.
Bukan hanya para pekerja yang sibuk. Puluhan atau seratusan lalat besar pun ikut sibuk menghinggapi adonan yang disimpan di dalam ember bekas cat. Mereka seolah tidak takut dengan hadirnya manusia. Ketika pekerja membentuk adonan pun, lalat-lalat tetap berkerumun mengelilingi adonan, bahkan sesekali hinggap di tangan maupun tubuh pekerja.
“Beginilah, mau gimana lagi. Dekat sampah jadi susah,” ujar Yanti, salah satu pekerja, saat ditanya higienitas basreng yang dikerubuti lalat, kepada Kompas.com, belum lama ini.
Ya, pabrik berukuran sekitar 45 meter ini memang berada persis di samping tempat pembuangan sampah sementara (TPS) Gedebage. Selain menampung sampah basah dan kering dari salah satu pasar terbesar di Bandung tersebut, TPS ini menampung sampah dari sekeliling pasar.
Berbeda dengan TPS biasa, TPS Gedebage dilengkapi dengan alatpress sampah agar tumpukan sampah menjadi lebih sedikit. Oleh karena lokasi yang berdampingan itu pula, pemandangan sampah sangat terasa di pabrik basreng. Di pintu masuk, terlihat beberapa karung sampah dan sampah yang berceceran di lantai.
Begitu pun ketika masuk ke dalam pabrik, tumpukan sampah yang tersimpan di dalam keranjang besar terlihat di sebelah tungku tempat perebusan bakso. Kondisi ini menambah kumuh pabrik.Setiap sudut pabrik terlihat lalat. Hanya beberapa tempat yang tidak dihinggapi lalat, yakni tempat perebusan di sebelah timur pabrik dan tempat pendinginan yang berada di sebelah barat pabrik. Belum lagi di bagian tengah pabrik yang becek membuat pabrik terkesan lebih kotor dan jorok.
Yanti mengaku, lokasi yang berdampingan dengan TPS tidak cocok untuk pabrik makanan. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain. “Kami memilih tempat ini karena gampang buang limbah, tinggal ke saluran air di belakang. Kalau di tengah pasar, kami tidak punya tempat untuk membuang limbah,” ucapnya.
Sebenarnya, sambung Yanti, pihaknya menggunakan kertas lalat agar lalat tidak menghinggapi adonan. Namun, saat ini, kertas lalat sedang habis, sehingga lalat-lalat berkerumun.
“Selain karena sampah, lalat-lalat ini bermunculan karena di samping kanan pabrik terdapat tempat pemotongan ayam. Jadi lalatnya banyak,” ujarnya.
Meski tidak steril, Yanti meyakinkan produknya aman dari kandungan berbahaya. Sampai sekarang, tidak pernah konsumen yang mengeluh sakit atau keracunan makanan. Bahkan jumlah pembeli yang datang ke tempatnya terus meningkat.
“Kami di sini sudah 13 tahun. Dulu yang pegang paman saya. Sekarang beliau sudah sukses dan sekarang dipegang kakak saya,” ucapnya.
Salah satu petugas TPS Gedebage, Asep mengatakan, TPS lebih dulu berdiri dibanding pabrik basreng. Meski demikian, sepertinya tidak banyak orang yang memperdulikan higienitas makanan tersebut. Walaupun dirinya yang setiap hari ada di sana, merasa miris dengan proses pembuatan makanan tersebut.
“Orang di luar sana mungkin tidak tahu makanan itu sehat atau tidak. Tapi saya sendiri setelah melihatnya tidak menyukai basreng. Tidak sehat,” tutupnya.
Penulis : Kontributor Bandung, Reni Susanti
Editor : Ana Shofiana Syatiri
BANDUNG, KOMPAS.com – Meski matahari persis di atas kepala, aktivitas Pasar Induk Gedebage Bandung tetap sibuk. Dengan memicingkan mata, orang-orang berlalu lalang. Ada yang adu harga, memilah barang yang akan dibeli, ada pula yang mempromosikan produknya atau bertindak seolah konsultan yang siap memecahkan kebuntuan konsumen.
Aktivitas tak kalah sibuknya terlihat pula di industri rumahan (pabrik) pembuatan bakso goreng (basreng) yang berada di salah satu sudut belakang pasar. Sekitar tiga orang laki-laki dan perempuan tampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang membentuk bakso, merebus, mendinginkan serta membungkusnya.
Bukan hanya para pekerja yang sibuk. Puluhan atau seratusan lalat besar pun ikut sibuk menghinggapi adonan yang disimpan di dalam ember bekas cat. Mereka seolah tidak takut dengan hadirnya manusia. Ketika pekerja membentuk adonan pun, lalat-lalat tetap berkerumun mengelilingi adonan, bahkan sesekali hinggap di tangan maupun tubuh pekerja.
“Beginilah, mau gimana lagi. Dekat sampah jadi susah,” ujar Yanti, salah satu pekerja, saat ditanya higienitas basreng yang dikerubuti lalat, kepada Kompas.com, belum lama ini.
Ya, pabrik berukuran sekitar 45 meter ini memang berada persis di samping tempat pembuangan sampah sementara (TPS) Gedebage. Selain menampung sampah basah dan kering dari salah satu pasar terbesar di Bandung tersebut, TPS ini menampung sampah dari sekeliling pasar.
Berbeda dengan TPS biasa, TPS Gedebage dilengkapi dengan alatpress sampah agar tumpukan sampah menjadi lebih sedikit. Oleh karena lokasi yang berdampingan itu pula, pemandangan sampah sangat terasa di pabrik basreng. Di pintu masuk, terlihat beberapa karung sampah dan sampah yang berceceran di lantai.
Begitu pun ketika masuk ke dalam pabrik, tumpukan sampah yang tersimpan di dalam keranjang besar terlihat di sebelah tungku tempat perebusan bakso. Kondisi ini menambah kumuh pabrik.Setiap sudut pabrik terlihat lalat. Hanya beberapa tempat yang tidak dihinggapi lalat, yakni tempat perebusan di sebelah timur pabrik dan tempat pendinginan yang berada di sebelah barat pabrik. Belum lagi di bagian tengah pabrik yang becek membuat pabrik terkesan lebih kotor dan jorok.
Yanti mengaku, lokasi yang berdampingan dengan TPS tidak cocok untuk pabrik makanan. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain. “Kami memilih tempat ini karena gampang buang limbah, tinggal ke saluran air di belakang. Kalau di tengah pasar, kami tidak punya tempat untuk membuang limbah,” ucapnya.
Sebenarnya, sambung Yanti, pihaknya menggunakan kertas lalat agar lalat tidak menghinggapi adonan. Namun, saat ini, kertas lalat sedang habis, sehingga lalat-lalat berkerumun.
“Selain karena sampah, lalat-lalat ini bermunculan karena di samping kanan pabrik terdapat tempat pemotongan ayam. Jadi lalatnya banyak,” ujarnya.
Meski tidak steril, Yanti meyakinkan produknya aman dari kandungan berbahaya. Sampai sekarang, tidak pernah konsumen yang mengeluh sakit atau keracunan makanan. Bahkan jumlah pembeli yang datang ke tempatnya terus meningkat.
“Kami di sini sudah 13 tahun. Dulu yang pegang paman saya. Sekarang beliau sudah sukses dan sekarang dipegang kakak saya,” ucapnya.
Salah satu petugas TPS Gedebage, Asep mengatakan, TPS lebih dulu berdiri dibanding pabrik basreng. Meski demikian, sepertinya tidak banyak orang yang memperdulikan higienitas makanan tersebut. Walaupun dirinya yang setiap hari ada di sana, merasa miris dengan proses pembuatan makanan tersebut.
“Orang di luar sana mungkin tidak tahu makanan itu sehat atau tidak. Tapi saya sendiri setelah melihatnya tidak menyukai basreng. Tidak sehat,” tutupnya.
Aktivitas tak kalah sibuknya terlihat pula di industri rumahan (pabrik) pembuatan bakso goreng (basreng) yang berada di salah satu sudut belakang pasar. Sekitar tiga orang laki-laki dan perempuan tampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang membentuk bakso, merebus, mendinginkan serta membungkusnya.
Bukan hanya para pekerja yang sibuk. Puluhan atau seratusan lalat besar pun ikut sibuk menghinggapi adonan yang disimpan di dalam ember bekas cat. Mereka seolah tidak takut dengan hadirnya manusia. Ketika pekerja membentuk adonan pun, lalat-lalat tetap berkerumun mengelilingi adonan, bahkan sesekali hinggap di tangan maupun tubuh pekerja.
“Beginilah, mau gimana lagi. Dekat sampah jadi susah,” ujar Yanti, salah satu pekerja, saat ditanya higienitas basreng yang dikerubuti lalat, kepada Kompas.com, belum lama ini.
Ya, pabrik berukuran sekitar 45 meter ini memang berada persis di samping tempat pembuangan sampah sementara (TPS) Gedebage. Selain menampung sampah basah dan kering dari salah satu pasar terbesar di Bandung tersebut, TPS ini menampung sampah dari sekeliling pasar.
Berbeda dengan TPS biasa, TPS Gedebage dilengkapi dengan alatpress sampah agar tumpukan sampah menjadi lebih sedikit. Oleh karena lokasi yang berdampingan itu pula, pemandangan sampah sangat terasa di pabrik basreng. Di pintu masuk, terlihat beberapa karung sampah dan sampah yang berceceran di lantai.
Begitu pun ketika masuk ke dalam pabrik, tumpukan sampah yang tersimpan di dalam keranjang besar terlihat di sebelah tungku tempat perebusan bakso. Kondisi ini menambah kumuh pabrik.Setiap sudut pabrik terlihat lalat. Hanya beberapa tempat yang tidak dihinggapi lalat, yakni tempat perebusan di sebelah timur pabrik dan tempat pendinginan yang berada di sebelah barat pabrik. Belum lagi di bagian tengah pabrik yang becek membuat pabrik terkesan lebih kotor dan jorok.
Yanti mengaku, lokasi yang berdampingan dengan TPS tidak cocok untuk pabrik makanan. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain. “Kami memilih tempat ini karena gampang buang limbah, tinggal ke saluran air di belakang. Kalau di tengah pasar, kami tidak punya tempat untuk membuang limbah,” ucapnya.
Sebenarnya, sambung Yanti, pihaknya menggunakan kertas lalat agar lalat tidak menghinggapi adonan. Namun, saat ini, kertas lalat sedang habis, sehingga lalat-lalat berkerumun.
“Selain karena sampah, lalat-lalat ini bermunculan karena di samping kanan pabrik terdapat tempat pemotongan ayam. Jadi lalatnya banyak,” ujarnya.
Meski tidak steril, Yanti meyakinkan produknya aman dari kandungan berbahaya. Sampai sekarang, tidak pernah konsumen yang mengeluh sakit atau keracunan makanan. Bahkan jumlah pembeli yang datang ke tempatnya terus meningkat.
“Kami di sini sudah 13 tahun. Dulu yang pegang paman saya. Sekarang beliau sudah sukses dan sekarang dipegang kakak saya,” ucapnya.
Salah satu petugas TPS Gedebage, Asep mengatakan, TPS lebih dulu berdiri dibanding pabrik basreng. Meski demikian, sepertinya tidak banyak orang yang memperdulikan higienitas makanan tersebut. Walaupun dirinya yang setiap hari ada di sana, merasa miris dengan proses pembuatan makanan tersebut.
“Orang di luar sana mungkin tidak tahu makanan itu sehat atau tidak. Tapi saya sendiri setelah melihatnya tidak menyukai basreng. Tidak sehat,” tutupnya.
Penulis | : Kontributor Bandung, Reni Susanti |
Editor | : Ana Shofiana Syatiri |