Reporter : Kresna | Kamis, 15 Januari 2015 09:06
Berita Terkait
Merdeka.com - Belum selesai azan subuh berkumandang, Bripda Taufiq Hidayat sudah siap dengan seragam cokelat kebanggaannya. Usai salat, diam-diam dia menyelinap keluar dari rumahnya, lalu mulai berlari menuju tempatnya kerja di Polda DIY.
Jalanan masih gelap saat dia menyusuri jalan raya yang sepi. Perut yang masih kosong dan udara dingin tidak lagi dipedulikannya.
Baru seperempat perjalanan keringat sudah mengucur. Dia pun memperlambat larinya sejenak. Setelah energi terkumpul kembali, dia menarik nafas dalam-dalam lalu mulai berlari kencang lagi. "Sekitar satu jam baru sampai sini (Polda)," kata Bripda Taufiq.
Hari itu sial, dia terlambat ikut apel pagi. Terpaksa dia menerima hukuman dari komandannya. "Saya sudah biasa sejak awal, lari dari rumah ke Polda, kadang-kadang saja nebeng teman. Terlambat ya risiko, makanya harus berangkat pagi," tambahnya.
Pertama kali dia berlari dari rumahnya di Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman menuju Polda DIY waktu dia hendak mendaftar tes polisi.
"Sejak pendaftaran saya sudah jalan kaki, enggak punya motor. Sebenarnya ada motor satu di rumah, tapi dipakai bapak kerja," ujarnya.
Karena beberapa kali terlambat, komandannya menanyakan alasan kenapa Bripda Taufiq sering terlambat. "Saya bilang nggak punya kendaraan, jadi harus lari dari Jongke ke sini," ungkapnya.
Melihat kondisi Bripda Taufiq, Wadir Sabhara Polda DIY, AKBP Prihartono merasa tersentuh. Terlebih lagi setelah mengetahui rumah Bripda Taufiq yang berada di tengah-tengah kandang sapi.
Dia pun meminjamkan sepeda motor miliknya untuk dipakai Bripda Taufiq sehari-harinya. "Saya pinjamkan motor pribadi saya, bukan membeda-bedakan dengan yang lain, tapi cerita Taufiq membuat saya bangga, perjuangannya untuk menjadi polisi benar-benar luar biasa. Tidak cuma tidur di kandang sapi, jalan dari rumahnya ke Polda aja dia lakukan," tandasnya.
Meski sudah dipinjami sepeda motor, Bripda Taufiq tetap memilih tidur di Polda. Alasannya bukan karena takut terlambat, tapi dia merasa kasihan melihat ayahnya yang tidur di bak mobil.
"Kalau saya tidur di rumah bapak tidur di luar, saya mending tidur di Polda biar bapak tidur di dalam rumah. Tapi kadang juga kepikiran adik-adik saya, tidurnya gimana di sana, apalagi kalau hujan," tuturnya.
Meski tidur di Polda, dia tetap menjenguk ayah dan adik-adiknya. Hampir setiap hari seusai jam kerja, dia pulang ke rumah untuk melihat ayah dan adik-adiknya. Dia pun menyempatkan diri untuk mengawasi adiknya belajar. "Iya kalau ada PR saya kadang bantu sebisanya, membimbing saja," tandasnya.