Berbagai versi Malapetaka 15 Januari - Hariman Macan Malari (2)


Reporter : Muhamad Agil Aliansyah | Rabu, 15 Januari 2014 03:45


Berbagai versi Malapetaka 15 Januari
Hariman. ©2014 Merdeka.com/Repro buku Hariman & Malari  

40 tahun sudah rangkaian cerita sejarah soal Peristiwa Malari. Namun hingga kini catatan itu belum sepenuhnya terjawab. Saat itu, kerusuhan yang terjadi di Ibu Kota sangat mengerikan.

Demo mahasiswa yang turun ke jalan bercampur dengan gerakan massa yang membuat kerusuhan dengan membakar kendaraan dan pertokoan di pusat Jakarta. Entah pembiaran atau benar adanya, aparat keamanan seolah tidak mampu meredam aksi tersebut.

Peristiwa Malari tercatat merupakan gelombang penolakan pertama terhadap kebijakan Presiden Soeharto yang baru tujuh tahun memimpin. Sebenarnya kerusuhan massa empat puluh tahun silam itu bukan yang terbesar dalam sejarah Indonesia. Namun buntut dari peristiwa ini yang membuat menjadi besar.

Tuntutan kelompok mahasiswa waktu itu dibarengi kepentingan antar petinggi keamanan menjadi perhatian yang menjadikan peristiwa ini besar.

Dalam catatan literatur sejarah diketahui, peristiwa Malari berawal dari aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak kebijakan pemerintah soal aliran modal asing. Mahasiswa menilai kebijakan itu malah semakin merugikan bangsa. Bentuk penolakan mahasiswa saat itu dengan menentang kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang, Tanaka Kakuei ke Jakarta.

Massa yang berpusat di Jakarta membuat kekisruhan. Pengrusakan dan pembakaran beberapa pertokoan dan kendaraan menjadi pemandangan yang mengerikan waktu itu.

Sebagaimana diketahui saat itu kelompok mahasiswa yang dikomandoi Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, Hariman Siregar, masih mengadakan diskusi dari perwakilan berbagai kampus untuk rencana aksi selanjutnya menentang kedatangan PM Jepang.

Sedangkan kelompok mahasiswa lain yang tidak dapat masuk ke barikade aparat untuk menyambut Tanaka Kakuei di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, berpindah aksinya di pusat ibukota. Namun gerakan massa yang membuat kerusuhan tiba-tiba muncul.

Diduga kejadian ini merupakan buntut dari perselisihan antara dua petinggi militer, yakni Kepala Opsus yang juga Aspri Presiden, Ali Moertopo dan Pangkopkamtib, Jenderal Soemitro yang sama-sama ingin menguasai gerakan mahasiswa kala itu.

Massa yang tergabung dalam Gerakan Usaha Pembaruan Pendidikan Islam (GUPPI) disinyalir yang membuat kerusuhan di pertokoan Senen, Jakarta Pusat. Massa ini dicurigai sebagai gerakan yang di-setting oleh Ali Moertopo.

Soal perselisihan Ali Moertopo dan Soemitro itu hanya satu dari berbagai versi yang beredar soal pemicu peristiwa Malari. Di antara versi-versi pemicu itu saling berkaitan satu sama lain. Kepala Opsus, Ali Moertopo menuding Soemitro menunggangi protes mahasiswa untuk merebut kekuasaan dengan jalan memprovokasi mahasiswa untuk melakukan tindak kekerasan. Dalam kaitan ini disebut-sebut dokumen Ramadi di mana Soemitro hendak merebut kekuasaan dari Soeharto .

Versi lainnya berhubungan dengan perselisihan antara kelompok Ali Moertopo dengan kelompok teknokrat ekonomi. Ali Murtopo kecewa karena yang terpilih sebagai pelaksana dari konsep pembangunan adalah Widjojo Nitisastro dkk. Oleh Soeharto , kelompok Widjojo lebih dipercaya karena yang dianggapnya memiliki reputasi yang jelas dalam hal pembuatan kebijakan ekonomi. Jenderal Soemitro dalam hal ini bertindak melindungi kelompok teknokrat dengan alasan agar kelompok ekonom tersebut dapat menyusun dan mengimplementasikan kebijakan ekonomi dengan baik. Karena ini, Soemitro menjadi sasaran tembak Ali Moertopo.

Versi lain menyebut peristiwa Malari sebagai demonstrasi mahasiswa Indonesia menentang modal asing yang berlebihan terutama Jepang. Di antara tokoh mahasiswa yang terkenal adalah Hariman Siregar.

"Gue dulu beranggapan pemerintah waktu itu salah. Ngakunya untung tetapi sebenernya kagak. Rakyat dibohong-bohongin mulu. Kalau kita bicara kembali Malari berarti itu kan jatuhnya pada idealisme. Kita merasa lebih sombong karena kita merasa waktu itu Orde Baru (bermula) dari (gerakan) mahasiswa. Masa peralihan dari 66-67. Ini Soeharto hasil dari gerakan mahasiswa walaupun kalau secara sejarah nanti bisa didebatin lagi. Ini kesombongan kitalah. Jadi kita merasa yang paling berhak mengoreksi Soeharto . Kalau kita lihat Soeharto kok otoriter," ujar Hariman, Kamis (9/1) lalu.

Menyikapi insiden itu, Pemerintah dibawah Presiden Soeharto mengambil tindakan tegas. Kelompok mahasiswa yang membuat kuping pemerintah panas sejak 1966 sampai 1974 ikut diciduk. Tercatat dalam peristiwa Malari orang yang ditangkap mencapai 775 orang termasuk Hariman Siregar.

Sumber : Merdeka.com