Rista Rama Dhany - detikfinance
Senin, 26/01/2015 12:50 WIB
Bogor -Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia saat ini sebagian besar adalah bensin Premium RON 88. Ternyata dalam setiap liter Premium mengandung 85% Pertamax RON 92.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Rachmad Hardadi dalam Workshop Direktorat Pengolahan di Sentul, Bogor, akhir pekan lalu.
"RON 88 atau Premium itu dihasilkan dari proses blending (pencampuran) dari nafta RON 56-68 dengan HOMC (High Octane Mogas Component)," ujar Rachmad.
HOMC ini, kata Rachmad, memiliki oktan 92 atau RON 92. Sehingga untuk menjadikan Premium, diperlukan pencampuran HOMC sebanyak 80-85% ke nafta. Nafta ini merupakan hasil pengolahan minyak bumi dari kilang milik Pertamina.
"Jadi untuk menjadikan Premium, kita harus campurkan 80-85% HOMC. HOMC ini sebenarnya Pertamax, sedangkan naftanya hanya sekitar 20-15%," ucapnya.
Rachmad mengakui, Premium merupakan bahan bakar dengan kategori EURO 2. Padahal standar bahan bakar di dunia saat ini minimal EURO 5.
"Makanya, Pertamina saat ini mengambangkan program Refinery Development Master Plan (RDMP) dengan meremajakan, meningkatkan kapasitas, dan teknologi 5 kilang yang dimiliki Pertamina. Jika program RDMP ini selesai pada 2025, maka tidak akan ada lagi produksi Premium. Semuanya lompat langsung menghasilkan RON 92 yang setara stara EURO 4 dan EURO 5," jelasnya.
(rrd/hds)
Hal tersebut diungkapkan Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Rachmad Hardadi dalam Workshop Direktorat Pengolahan di Sentul, Bogor, akhir pekan lalu.
"RON 88 atau Premium itu dihasilkan dari proses blending (pencampuran) dari nafta RON 56-68 dengan HOMC (High Octane Mogas Component)," ujar Rachmad.
HOMC ini, kata Rachmad, memiliki oktan 92 atau RON 92. Sehingga untuk menjadikan Premium, diperlukan pencampuran HOMC sebanyak 80-85% ke nafta. Nafta ini merupakan hasil pengolahan minyak bumi dari kilang milik Pertamina.
"Jadi untuk menjadikan Premium, kita harus campurkan 80-85% HOMC. HOMC ini sebenarnya Pertamax, sedangkan naftanya hanya sekitar 20-15%," ucapnya.
Rachmad mengakui, Premium merupakan bahan bakar dengan kategori EURO 2. Padahal standar bahan bakar di dunia saat ini minimal EURO 5.
"Makanya, Pertamina saat ini mengambangkan program Refinery Development Master Plan (RDMP) dengan meremajakan, meningkatkan kapasitas, dan teknologi 5 kilang yang dimiliki Pertamina. Jika program RDMP ini selesai pada 2025, maka tidak akan ada lagi produksi Premium. Semuanya lompat langsung menghasilkan RON 92 yang setara stara EURO 4 dan EURO 5," jelasnya.