Jumat, 31 Agustus 2012 | 11:47 WIB
KOMPAS - Kini, public relations (PR) menjadi salah satu profesi yang banyak diincar oleh pencari kerja. Menjanjikan penghasilan tinggi, seorang praktisi PR harus menciptakan ide dan solusi serta membangun komunikasi dengan klien maupun media.
Profesi sebagai public relations (PR) atau hubungan (humas) masyarakat sudah jamak terdengar di telinga banyak orang. Hampir di seluruh kegiatan, baik berkaitan dengan perseorangan, organisasi, atau perusahaan, peran PR sangat dibutuhkan untuk mendukung kelancaran hingga kesuksesan kegiatan tersebut.
Adanya tuntutan keterbukaan dalam berbagai aspek kehidupan berimbas pada makin pentingnya profesi ini. Isyak Stamboel, Managing Director Kendi5 Strategic Communica-tions, mengatakan, hampir semua perusahaan yang menerapkan manajemen modern membutuhkan public relations. "Tren perusahaan ke arah terbuka, yakni perusahaan go public, memberi peluang profesi ini untuk lebih eksis," katanya.
Maklum, PR bisa menjadi jembatan komunikasi yang baik bagi berbagai pihak untuk mencapai tujuannya. Menurut Indira Abidin, Managing Director Fortune PR, public relations memang mempunyai peran dalam membangun hubungan timbal balik dengan berbagai stakeholder. Mereka harus membangun hubungan yang baik untuk mendukung tercapainya tujuan bagi pribadi, organisasi, atau perusahaan.
Sementara itu, Sri Lestari, Principal Consultant Cognito Communications Counsellors, mengatakan, praktisi PR berperan dalam mengelola reputasi klien. "Kami akan mengelola persepsi target audience klien kita, terhadap produk, atau apa saja yang ditugaskan kepada kami," ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi di negeri ini yang baik juga meningkatkan kebutuhan akan praktisi PR. Kebutuhan PR ini datang dari perusahaan-perusahaan yang berkembang.
Selain itu, banyaknya investasi baru juga makin mendorong tingginya kebutuhan akan PR. Sama halnya perusahaan lain, perusahaan baru membutuhkan solusi strategi komunikasi khusus, baik untuk memperkenalkan keberadaannya atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Permintaan tinggi
Bukan hanya oleh perusahaan PR, kebutuhan tenaga PR juga datang dari perusahaan besar yang memiliki aktivitas bisnis luas. Mereka biasanya juga mengurusi bidang hubungan internal maupun eksternal perusahaan. Nah, PR yang bekerja pada sebuah perusahaan ini biasa disebut inhouse public relations. "Peluang karier PR sangat besar dan luas, sejalan dengan modernisasi yang terjadi di segala bidang," kata Isyak.
Indira sepakat perihal tingginya kebutuhan profesional di bidang PR. Buktinya, selama dua tahun belakangan ini ia banyak menerima proyek berkaitan dengan public relations. "Banyak permintaan yang datang ke Fortune PR. Hampir 30 persen dari luar negeri," jelasnya.
Senada dengan Indira, Sri Lestari juga membenarkan soal perkembangan industri PR ini. Ia melihat, salah satu indikasi pertumbuhan industri ini adalah makin banyaknya sekolah yang menawarkan pendidikan public relations. "Kondisi itu bisa menunjukkan tingginya permintaan sumber daya manusia di industri ini," terang Sri.
Selain itu, ia juga mengamati munculnya sejumlah PR agensi baru. "Khususnya, PR agensi yang baru start-up atau masih kecil. Mereka bermunculan dengan jumlah yang cukup banyak," kata Sri.
Makin baiknya prospek industri PR, lanjutnya, juga ditandai dengan membaiknya penerimaan oleh media. "Saat ini, mulai ada media yang memberikan penghargaan terhadap para praktisi PR," tutur Sri.
Dari kacamata perusahaannya sendiri, Sri juga melihat pesatnya perkembangan industri PR ini tampak dari proyek-proyek yang mengalir ke Cognito. "Boleh dibilang, kecepatan kami mendapatkan proyek lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan kami mendapatkan karyawan," cetusnya.
Yang jelas, tingginya permintaan itu juga melahirkan berbagai peluang dalam industri hubungan publik. Termasuk, pengembangan sumber dayanya. Maklum, saat ini, masih ada keterbatasan praktisi dalam industri PR ini.
Tenaga kerja segar alias lulusan baru (fresh graduate) belum bermanfaat secara maksimal. Butuh waktu yang cukup lama bagi mereka untuk menjalani proses pendidikan. Maklum, para lulusan itu belum siap pakai, tapi siap dididik kembali. "Meski dasar pendidikan PR sudah cukup baik, masih jauh dengan kualitas yang dibutuhkan pasar," kata Isyak.
Padahal, kini, perusahaan-perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga humas memerlukan tenaga-tenaga yang siap pakai. Selain menguasai konsep-konsep PR, mereka juga mengerti praktik manajemen, jurnalistik, dan mengikuti perkembangan masyarakat.
Arsitek komunikasi
Siapa pun yang tertarik terjun ke dunia PR tak membutuhkan latar belakang pendidikan khusus. Para praktisi PR yang ada saat ini pun datang dari berbagai latar belakang pendidikan, tak terbatas dari mereka yang memiliki pendidikan di bidang komunikasi.
Namun, tentu saja, akan menjadi nilai lebih kalau para praktisi ini punya pemahaman yang lebih baik akan salah satu industri. Misalnya, jika dia memahami soal teknologi informasi atau hardware, software, besar kemungkinan dia akan menangani perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan TI.
Yang penting, menurut Isyak, orang yang menjalani profesi PR harus menyadari bahwa jatidirinya menjadi cerminan profesinya. Saat dia akan membangun citra positif, segala yang melekat dan tindakan yang dilakukan harus berlandaskan harapan terciptanya hal-hal positif. "Seorang PR adalah perencana komunikasi atau arsitek komunikasi," ujar Isyak.
Sebagai arsitek, praktisi PR harus menguasai konsep-konsep komunikasi, strategi komunikasi, dan siap mengeksekusi program komunikasi sesempurna mungkin. "Dia juga harus memiliki pemikiran jernih. Karena fungsi PR harusnya menjual solusi, dia juga harus bisa memberikan saran yang paling baik untuk klien jika diminta," terang Sri.
Untuk menjadi seorang praktisi PR yang andal, para peminat di bidang ini harus memiliki bekal kompetensi yang cukup beragam. Apa saja? Yuk, kita tengok satu per satu.
Keahlian berkomunikasi
Namanya saja arsitek komunikasi, tentu saja keahlian berkomunikasi (communication skill) mutlak harus dimiliki oleh seorang praktisi PR. Dia harus bisa menghadapi klien, media, dan masyarakat.
Keahlian dalam berkomunikasi ini terlihat dari kemampuan membuat orang nyaman diajak bicara, mengajak orang bisa mengungkapkan diri, serta bisa menyampaikan pesan atau ide ke orang dengan efektif. Kemampuan ini juga menjadi modal awal para PR untuk menciptakan jaringan, baik dengan klien atau media. Dalam keahlian ini, seorang praktisi PR juga harus mampu menjual ide. "Ini termasuk interpersonal skill," kata Indira.
Media relations
Kemampuan media relations juga menjadi modal dasar lainnya, bagi praktisi public relations. "Sebagai konsultan PR sebagian besar pekerjaan yang kami tangani berhubungan dengan media massa," jelas Sri.
Oleh karena itu, seorang praktisi PR harus mempunyai pemahaman pengetahuan dan ketrampilan untuk mengenal media dengan baik. Mereka harus mengenal media konvensional, sosial, dan apa pun jenis media itu, beserta karakter masing-masing. Misalnya, jam
deadline, jenis-jenis media yang cocok dengan tujuan yang ingin dicapai klien, gaya dan keunikan. termasuk preferensi masing-masing media.
Makanya, seandainya ada mantan wartawan yang ingin terjun ke dunia PR, tentu itu menjadi nilai tambah tersendiri. Sebab, dia mengerti sistem dalam dunia pers dan sudah paham peta media di Indonesia.
Namun, tak cukup memiliki jaringan yang luas dengan banyak media, seorang praktisi PR juga harus mampu menjalin komunikasi yang baik dan berkualitas dengan para jurnalis, termasuk editor dan editor in chief. Arti berkualitas di sini, bukan hanya kenal, tapi memiliki hubungan yang baik, bahkan sedapat mungkin akrab.
Bisa menulis
Seorang praktisi PR juga dituntut memiliki kemampuan tulis menulis. Bagian dari kemampuan ini antara lain merumuskan masalah, menyusun dalam alur sederhana, dan menyampaikannya dalam bentuk tulisan yang runut agar pesan yang tersampaikan.
Maklum, dalam menjual solusi klien, praktisi PR seringkali menggunakan media seperti konferensi pers. Nah, dalam konferensi pers tersebut, mereka juga seringkali menyertakan media release. Selain itu, untuk menjalin komunikasi, baik dengan klien atau media, tak selamanya bentuk komunikasi ini bisa memakai cara-cara verbal. "Oleh karena itu, dia juga harus bisa menulis," kata Sri.
Piawai bernegiosiasi
Semakin senior predikat PR yang disandang, maka banyaknya keahlian akan menjadi nilai tambah tersendiri. "Mereka harus pandai menganalisis sesuatu, menangani isu, dan memiliki keahlian untuk bernegosiasi," terang Sri. Kemampuan negosiasi ini penting, karena praktisi PR bukan hanya bernegosiasi dengan klien. Ketika mengadakan event tertentu, mereka juga harus menghadapi banyak pihak. Misalnya, mereka harus menyewa gedung atau mencari suplai berbagai kebutuhan untuk dalam event tersebut.
Selain itu, kemampuan negosiasi juga diperlukan ketika para praktisi PR ini harus mencari atau mendapatkan proyek-proyek baru. "Kami semua harus mempunyai mentalitas untuk mencari proyek," kata Sri.
Semakin baik kualitas dalam menangani sebuah kegiatan atau mencari solusi terhadap suatu masalah, akan makin besar peluang klien untuk memperpanjang kontrak. Tentu saja, ini akan menjadi keuntungan tersendiri bagi agensi.
Penghasilan tinggi
Perkembangan dalam industri PR ini juga menuntut adanya perubahan struktur organisasi dalam sebuah perusahaan agensi PR. Supaya makin fokus dalam memberikan pelayanan kepada klien, mereka pun terus berbenah dengan mengembangkan berbagai divisi.
Dari sini lantas muncul kebutuhan-kebutuhan tenaga baru. Tentu saja, hal ini menciptakan membuat jenjang karier di sebuah perusahaan PR menjadi lebih luas dan panjang. Hanya saja, setiap perusahaan tentu mempunyai kebijakan masing-masing soal pengembangan divisi dan jenjang karier sesuai dengan kebutuhan mereka.
Di Cognito Communication Counsellors misalnya. Agensi PR yang menawarkan beberapa solusi komunikasi (corporate communication, marketing communication, crisis and issues management) membagi jenjang karier karyawan dalam enam tingkatan. Yakni, account coordinator, associate, senior associate, consultant, senior consultant, dan principal consultant. "Tapi, bisa jadi level jenjang karier ini akan berbeda sangat jauh antar perusahaan, meski menggunakan terminologi yang sama," pesan Sri.
Sementara itu, Fortune PR membagi beberapa praktisinya dalam divisi berdasarkan industri. Seperti ada divisi yang khusus menangani industri pariwisata dan hospitality, keuangan, teknologi, kesehatan, dan prodev atau pemasaran sosial.
Baik Indira maupun Sri Lestari mengakui, dalam kondisi saat ini, keterbatasan praktisi PR justru berada pada level atas. "Mulai prinsipal sudah susah, mereka ini yang memiliki kemampuan untuk menggaet klien baru," kata Indira.
Lantas, berapa potensi penghasilan yang masuk ke kantong praktisi PR? Sebagai perusahaan di bidang jasa, Sri mengatakan sangat sulit memberikan patokan penghasilan karena penilaian untuk pemikiran tiap-tiap individu di setiap perusahaan bisa berbeda jauh. "Jadi, akan sulit menetapkan patokan penghasilan karena perusahaan kecil punya perhitungan sendiri bagi pemula dan tingkatan di atasnya, demikian pula perusahaan level menengah dan atas," kata Sri.
Namun, menurut Sri, saat ini, kompensasi yang diterima para praktisi PR ini cukup bersaing dengan industri lainnya. "Jika tidak, tentu tak banyak pihak masuk di industri ini," ujarnya.
Di luar kompensasi yang diterima setiap bulan, lanjut Sri Lestari, seorang praktisi PR juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan, berupa insentif, komisi dan bonus kalau mereka bisa mencapai target tertentu. "Jadi, mereka bekerja tak sekadar menjalankan pekerjaan," kata Sri.
Mereka akan mendapatkan insentif, misalnya, ketika ada klien yang menyatakan kepuasan karena pesan yang mereka inginkan benar-benar tersampaikan berkat aktivitas PR yang dijalankan petugas atau perusahaan. "Jika ada klien yang memperbarui atau mendapatkan kontrak baru, keberhasilan ini juga kami bagi kepada mereka yang selama ini telah bekerja keras," jelas Sri.
Isyak menambahkan, penghasilan seorang PR sangat tergantung skala bisnis perusahaan yang menaunginya. "Namun, untuk saat ini, penghasilan yang diperoleh bisa ditotal relatif lumayan besar, apalagi untuk level senior atau mereka yang sudah berpengalaman di bidang ini," katanya.
Seorang praktisi PR yang enggan disebut namanya menyebutkan, kisaran penghasilan PR di level pemula hingga masa kerja tiga tahun antara Rp 3 juta–Rp 5 juta per bulan. Sedangkan penghasilan tingkat senior berkisar Rp 7 juta hingga Rp 12 juta. Di level selanjutnya, penghasilan mereka bisa mencapai puluhan juta per bulan.
Tertarik?
(J. Ani Kristanti/Kontan)