Selasa, 25 Agustus 2015, 20:40 WIB
Republika/ Yasin Habibi
Republika/ Yasin Habibi
REPUBLIKA, JAKARTA -- Pengamat ekonomi memperkirakan
industri perbankan dan industri keuangan nonbank terancam bangkrut jika
nilai tukar rupiah menembus level Rp 16 ribu per dolar AS.
====== Monggo, mampir di kedai maya kami, untuk mencoba resep TAHU ACI KAS TEGAL
====== Monggo, mampir di kedai maya kami, untuk mencoba resep TAHU ACI KAS TEGAL
klik di sini ======>
"Bila Pemerintah tidak mampu meningkatkan kurs rupiah atau melemah
hingga kisaran Rp 16.000 per dolar AS maka industri perbankan dan
industri keuangan nonbank memasuki masa sulit, bahkan terancam
bangkrut," kata Presiden Direktur Center of Banking Crisis (CBC) Achmad
Deni Daruri kepada wartawan di Jakarta, Selasa (25/8).
Menurut Deni, berdasarkan simulasi stress test yang
dilakukan CBC, hasilnya cukup mengejutkan. Apabila nilai tukar rupiah
ambrol hingga Rp 15 ribu per dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) di Bursa Efek Indonesia merosot hingga 20 persen, salah satu
perusahaan asuransi bakal gulung tikar.
Meski begitu, Deni tidak merinci lebih lanjut nama perusahaan
asuransi yang dimaksud. Ia hanya menyebutkan, perusahaan asuransi
merupakan milik negara atau BUMN.
Selanjutnya, apabila rupiah terus melemah sampai menembus Rp 16 ribu per dolar AS, hasil stress test menyebut akan ada tiga bank kelas menengah terancam kolaps.
"Namun semuanya bisa diatasi jika Pemerintah bergerak cepat. Solusi
jangka pendek adalah segera buat protokol krisis yang jelas dan tegas,"
kata Deni.
Pemerintah lanjutnya, juga harus menunjukkan kewibawaan sehingga
kepercayaan pelaku ekonomi terhadap semua kebijakan yang dilakukan
pemerintah meningkat.
"Saat ini rupiah sangat rentan karena daya saing yang lemah hampir di
semua sektor. Ini harus diperkuat. Bagaimana caranya? Saya kira banyak
langkah yang bisa ditempuh," ujarnya.
Deni juga menyayangkan banyak kebijakan Bank Indonesia yang tidak
terarah dan tidak terukur dalam mengatasi melemahnya rupiah, sehingga
menjadi semakin lemah.
"Saat ini pasar tidak ada arah dari BI. Tidak ada pernyataan resmi
dari Gubernur Bank Indonesia, seperti halnya Bank Malaysia yang langsung
memberikan arah yang jelas mengatasi pelemahan Ringgit," ujarnya.
"Kita bergantung kepada BI untuk mendorong perekonomian. Kalau Fed melakukan QE (quantitative easing) untuk mendorong ekonomi kerena memang Fed yang punya resources, termasuk cetak uang," ujar Deni.