Reporter : Arie Sunaryo | Jumat, 29 November 2013 19:19
Merdeka.com - Lahir di Magelang, 16 Agustus 1934, Lo Siaw Ging atau dikenal dengan panggilan dokter Lo terkenal galak di mata pasien. Tak hanya di rumah tempat dia membuka praktik, namun juga di di rumah sakit tempatnya bekerja, RS Kasih Ibu, Solo.
Kemarahan Lo tentu bukanlah untuk menakut-nakuti pasien, agar tidak lagi berobat ke tempatnya. Namun agar pasien disiplin dalam menjaga kesehatan agar tidak terkena penyakit lagi. Atau kepada pasien yang menganggap enteng penyakit. Ia akan benar-benar sangat marah setelah pasien datang dalam kondisi yang sudah terlambat. Hal lain yang kadang membuat Lo marah adalah saat pasien menanyakan ongkos periksa padahal pasien itu tidak punya uang.
"Saya itu sebenarnya bisa melihat, mana pasien saya yang mampu bayar, mana yang tidak. Atau mana yang tidak mampu sama sekali. Saya kadang memang marah, kalau mereka menanyakan ongkos periksanya berapa, padahal sudah kelihatan mereka tidak mampu. Saya akan membebaskan biaya periksa, bahkan pasien yang tidak mampu resep obatnya akan saya berikan. Nanti rumah sakit atau apotik biar menagih kesini," ujar Lo ketika merdeka.com berkunjung ke kediamannya, Jumat (29/11).
Perlakuan terhadap pasien seperti ini bukan hanya dilakukan di rumah tempat praktiknya, tapi juga untuk pasien-pasien rawat inap di rumah sakit Kasih Ibu. Akibatnya dokter Lo harus membayar tagihan resep dari rumah sakit dan apotik hingga sedikitnya Rp 10 juta per bulan. Bahkan terkadang ia harus mencari donatur sendiri, jika biaya perawatan pasien cukup besar, misalnya, harus menjalani operasi.
"Untuk memenuhi tagihan obat, ada beberapa donator yang bersedia menyumbangkan uangnya. Ya cukup membantu 50 persen lebih. Mereka bukan sembarang donatur, sebab tidak mau disebutkan namanya. Tapi kebanyakan mereka itu dulu tidak mampu dan pernah menjadi pasien disini," katanya.
Selain tidak pernah memasang tarif, yang istimewa dari dokter Lo adalah, ia tak pernah membedakan pasien kaya dan miskin. Dari kalangan manapun, pasien akan mendapatkan pelayanan yang sama, tak ada yang diistimewakan. Di mata pasien tidak mampu, dokter Lo memang bagaikan malaikat penolong.
Meski sering bersikap galak, dokter Lo tetap dicintai pasien dan warga Solo. Ia menjadi rujukan berobat terutama bagi mereka yang tidak mampu. Namun dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini merasa apa yang ia lakukan bukan sesuatu yang luar biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.
"Ini sudah tugas saya sebagai seorang dokter, jangan dibesar-besarkan. Dokter lain juga bisa melakukan seperti yang saya lakukan, menolong pasien, siapapun dan dari kalangan manapun," tandasnya.
[tts]