Dari Batang, nenek Warsiah datang ke KPK untuk laporkan kasus

Reporter : Putri Artika R | Kamis, 27 Februari 2014 17:09


Dari Batang, nenek Warsiah datang ke KPK untuk laporkan kasus
Nenek Warsiah. ©2014 Merdeka.com  

Merdeka.com - Jalannya tertatih. Wajahnya sudah keriput, tampak rambut putihnya keluar di balik jilbab warna oranye. Di tangan kanan nenek 70 tahun itu tergantung tas kain bercorak kotak-kotak merah.

Nenek tersebut diketahui bernama Warsiah binti Manan, asal Gringsing, Batang, Jawa Tengah. Dia datang ke KPK untuk melaporkan kasus penyerobotan tanah waris milik keluarganya di Desa Kebondalem, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

"Ini tanah warisan, turun temurun tiba-tiba saya (baru) tahu dijual sama orang," ujarnya, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/2).


Warsiah mengungkapkan, dia datang seorang diri dari kampung halamannya di Batang ke Gedung KPK dengan bus. Dia turun di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur. Meski memiliki anak dan cucu, Warsiah sengaja pergi sendiri.

"Anak saya kerja di Bogor, tinggal sama istrinya di sana. Saya gak mau ngerepotin anak saya," ungkapnya.

Demi mendapatkan tanah warisnya kembali, Warsiah melaporkan kasusnya ini ke Mabes Polri, Mahkamah Agung, termasuk ke KPK.

"Saya kemarin ke Polri, tadi ke Mahkamah Agung. Saya sudah melapor, ini buktinya (dokumen-dokumen) juga sudah (dilapor)," ujar Warsiah.

Warsiah mengatakan, tanah waris milik keluarganya seluas 7.000 meter persegi itu dijual oleh kepala desa setempat kepada pihak ketiga. Warsiah lalu mengajukan gugatan dan kasusnya sempat disidang di Pengadilan Negeri Batang.

Namun, kata Warsiah, hakim menolak gugatannya. Dalam persidangan itu pula, dua orang tetangganya yang menjadi saksi justru melemahkan pihaknya.

Merasa ada yang janggal, Warsiah kemudian mengadu permasalahan ini ke kepolisian. Namun, laporan Warsiah dibiarkan begitu saja oleh polisi setempat.

"Polisi anggap saya tidak punya bukti. Padahal saya sudah serahkan bukti, ini dokumen lengkap semua," ujarnya.

"Polisi sekarang tidak melindungi kemudian dia hanya bersekongkol banyak sama hakim. Hakim pakar hukum, tidak mengadili, memojokkan saya. Saya tuntut hakimnya," geram Warsiah.

Untuk itu, Warsiah pergi ke Jakarta, bertekad melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, Mahkamah Agung dan KPK. Selama tinggal di Jakarta, Warsiah menumpang sebuah rumah kenalan temannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara.

"Naik bus dari Sunter, ke sini. Nginap rumah Pak Yopi. Orangnya baik, kenalan teman saya yang dulu kerja di sana (di Pak Yopi)," ungkapnya.

Warsiah berharap laporannya ke KPK segera diusut dan tanah warisannya segera kembali.
"Saya orang bodoh memang, tapi saya berani. Saya berani memperjuangkan, wong itu tanah pewarisan keluarga, turun temurun, ko jadi (punya) orang lain," ungkapnya.