SBY Setuju Zona Waktu RI Disatukan

Rabu, 16/05/2012 13:54 WIB
  Feby Dwi Sutianto - detik.com (Finance)

Foto: Setpres
Jakarta - Menko Perekonomian Hatta Rajasa terus mendorong rencana penyatuan zona waktu di Indonesia agar ekonomi Indonesia lebih produktif. Rencana ini disetujui Presiden SBY.

Hal ini disampaikan Hatta saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (16/5/2012).

"Zona waktu kan sudah disarankan oleh MP3EI. Presiden setuju untuk zona waktu disatukan. Sekarang sedang kita perdalam lagi," tambahnya.

Hatta kembali mempertegas, dari kajian yang ada, penyatuan zona waktu Indonesia akan menggunakan patokan GMT+8 atau Waktu Indonesia Tengah (WIT). Kebijakan ini akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas di segala aspek.

"Kalau sekarang kan di bagian Timur sudah 2 jam bekerja, kita baru mau mulai. Ini kurang pas, jadi sekarang kita masuk ke GMT+8," jelasnya.

Namun belum jelas kapan rencana ini akan dilancarkan oleh pemerintah.

Hatta memang menjadi menteri yang paling rajin mendorong adanya penyatuan zona waktu di Indonesia. Meski masih berupa wacana, namun riset terhadap penyamaan zona waktu di seluruh wilayah Indonesia sudah ada. Bahkan sudah dibahas di Komite Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sejak Hatta masih menjabat sebagai Menteri riset dan teknologi (Menristek).

Kepala Divisi Humas dan Promosi KP3EI, Edib Muslim pernah mengatakan, ide penyatuan zona waktu Indonesia adalah buah pikiran Hatta Rajasa.

Ia menambahkan, penyamaan waktu antara indonesia barat, tengah, dan timur diyakini akan dapat mengangkat 20% PDB Indonesia. Sebab ada angkatan kerja berjumlah 190 juta orang yang akan melakukan pekerjaannya secara bersama-sama.

Indonesia sering kalah dengan negara lain dalam hal transaksi bisnis. Seperti jadwal terbang Garuda yang satu jam lebih lambat dari maskapai lain, karena perbedaan waktu tersebut. Bursa Efek Indonesia (BEI) juga kalah satu jam dengan bursa efek di Hong Kong dan Sanghai.

Sementara transsaksi di Bank Indonesia, para pelaku pasar uang di Papua dan Maluku tidak memiliki waktu yang cukup untuk saling bertransaksi dengan pelaku pasar di daerah Indonesia Barat. Karena pusat bursa efek dan perbankan berada di wilayah Barat, pelaku bisnis Papua dan Maluku harus merelakan waktunya terbuang dua jam secara percuma menunggu lapak transaksi.