Dian Inggrawati, Gadis Tuna Rungu yang Membanggakan Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - "Kecantikan itu adalah sesuatu yang berasal dari dalam, bukan apa yang tampak di permukaan."

Itulah pernyataan seorang Dian Inggrawati, gadis tuna rungu yang menggondol juara ketiga ajang Miss Deaf 2011 di Praha, Ceko, Juni-Juli lalu. Prestasi Dian langsung mendapatkan perhatian pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), setelah belakangan diketahui gadis berusia 27 tahun itu merupakan alumnus siswa SMK Santa Maria Jakarta.


Direktur Pembinaan SMK, Joko Sutrisno, Kamis (15/9), mengundang Dian bersama dengan sang ibu, Ida Hermawan, Kepala Sekolah SMK Santa Maria, Sri Purnami Mulyaningsih, dan seorang guru SMK Santa Maria, Margareta WD Utari. Di hadapan para wartawan di Gedung Kemdiknas, Dian mengungkapkan kunci kesuksesannya meraih gelar terhormat yang mengharumkan nama Indonesia tersebut.

"Saya sejak remaja memang telah memiliki ketertarikan dengan dunia desain-mendesain," tutur Dian yang mendapatkan sedikit bantuan sang ibu untuk menerjemahkan kata-katanya. Hal tersebut dibenarkan oleh Utari, yang saat SMK menjadi guru pembimbingnya di jurusan Tata Boga.

Meskipun tergolong anak yang menyandang kebutuhan khusus, hal tersebut tak menghalanginya untuk berprestasi. Terbukti sudah lebih dari 400 piala ia kumpulkan mulai dari jenjang SD hingga menyelesaikan perguruan tinggi dua tahun lalu. "Sejak jenjang sekolah dasar sampai kuliah saya memang selalu masuk ke sekolah-sekolah normal. Semoga prestasi saya ini bisa memberi semangat kepada saudara-saudara saya yang lain yang juga menyandang kebutuhan khusus," ujarnya.

Meskipun sudah dibilang meraih prestasi tertinggi, Dian tak mau berhenti sampai pada perhelatan yang telah berlangsung selama 11 tahun tersebut. Gadis tinggi semampai tersebut ingin mendorong rekan-rekannya sesama tuna rungu yang lebih muda untuk mengikuti kontes yang sama tahun depan.

Selain itu Dian juga bermimpi kelak bisa hidup mandiri tanpa mengandalkan bantuan dari sang ibu yang tak kenal lelah. "Kelak saya ingin menjadi seorang desainer khusus tuna rungu. Saya ingin punya butik sendiri," harapnya.

Penggemar makanan Kwetiau itu juga baru-baru ini mendapatkan mandat Mendiknas untuk menyelenggarakan Kongres Tuna Rungu Se-Indonesia dalam waktu tiga bulan mendatang. "Jika acara tersebut berhasil maka Dian akan kami angkat sebagai Duta Pendidikan Inklusi," kata Joko.

Kepada Dian, Joko menjanjikan penghargaan atas kontribusi yang telah dilakukannya untuk Indonesia. Jika tidak berupa hadiah, Dian rencananya akan difasilitasi dalam mimpinya mengembangkan butik di tempat tinggalnya. "Kami akan segera mencarikan format penghargaannya. Namun kemungkinannya adalah salah satu dari dua opsi tersebut," tutur Joko.

Perjuangan Dian untuk meraih penghargaan di tingkat internasional tersebut sama sekali tidak mudah. Apalagi hidup Dian saat ini benar-benar ditopang ibunya yang hanya bekerja sebagai penjual kue. Sang ayah sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.

Selepas menamatkan kuliahnya di Universitas Persada Indonesia 2009 lalu, Dian sehari-hari aktif di Yayasan Sehat Jiwa Raga (Sehjira) dimana ia tidak mendapatkan gaji dari yayasan tuna rungu tersebut. Namun tak dinyana, peruntungannya datang dari yayasan yang telah berdiri sejak 2001 tersebut.

Berawal dari informasi akan adanya kontes Miss Deaf 2011 dari Yayasan Sehjira, Dian langsung mengumpulkan segala persyaratan yang dibutuhkan. Keberangkatannya ke Praha 30 Juni lalu pun benar-benar mengandalkan biaya sendiri karena ia hanya memperoleh sponsor berupa busana dari salah seorang saudaranya yang memiliki butik.

Keberangkatannya ke Praha pun harus menemui kendala sulitnya visa ke negara pecahan Cekoslowakia tersebut. Sang ibu bahkan harus menginap dua hari dua malam di Kedutaan Besar Ceko demi mendapatkan izin tinggal untuk anak pertamanya tersebut.

Cerita berakhir dengan manis setelah Dian berhasil menempati urutan ketiga dalam kontes tersebut. Ia berada di belakang kontestan asal Italia, Ilaria Galbusera, yang menempati posisi pertama dan kontestan asal Rusia, Elena Korchagina, yang menempati posisi runner-up. Prestasi yang layak dibanggakan karena ia berhasil mengalahkan 35 kontestan lain untuk menduduki peringkat ketiga.

Prestasi yang diperoleh Dian mengajarkan dua hal. Pertama, tiap anak—termasuk anak-anak penyandang kebutuhan khusus—berhak memperjuangkan mimpinya. Sama seperti anak-anak normal, Dian juga berhak melakukan hal yang disukainya. "Deaf? No Problem!" seru Dian menirukan slogan yang dibawakannya di Ceko.

No comments:

Post a Comment